Belajar Hingga ke Negeri Cina

post on:
* Tak Ada Motor, Lalin Tertib dan
Bebas Polusi
Soal sukses menjadi tuan rumah even
akbar olahraga, Cina patut menjadi
rujukan Sumsel yang akan menggelar
SEA Games 2011. Selain sukses
menggelar Asian Games 1990 dan
2010, China juga mampu menghelat
Olympiade pada 2008 silam. Guna
belajar kiat sukses China, sejumlah
insan pers Palembang pada 28
Februari-7 Maret mendapat
kesempatan langka, mengunjungi
Shanghai dan Beijing, Republik Rakyat
China (RRC).
Tak bisa dipungkiri, China sejak
dahulu kala sudah menjadi rujukan
berbagai bangsa untuk menimba ilmu.
Bahkan ada pepatah lama, yang
menyebutkan agar kita dapat terus
menuntut ilmu, bahkan sampai ke
Negeri China sekalipun. Sehingga
adalah tepat jika Sumsel menjadikan
China sebagai rujukan menimba ilmu,
sebelum menggelar SEA Games pada
11 November 2011 kelak.
Pasalnya, untuk urusan gelaran
olahraga multi even, China tak perlu
diragukan. Negeri Tirai Bambu ini
sukses menggelar Asian Games pada
1990 dan 2010 serta Olympiade pada
2008 silam. Kisah sukses China atau
yang akrab disebut juga Tiongkok itu,
tak lepas dari disiplin dan etos kerja
masyarakat yang benar-benar patut
diacungi jempol.
Contoh disiplin tinggi warga China,
terlihat dari lalu lintas di Shanghai dan
Beijing. Warga disini patuh dengan
aturan berlalu lintas. Bagaimana bisa
demikian? Karena aturan dan petugas
lalu lintas sangat tegas. Bayangkan
saja, di setiap lampu merah bisa
dipastikan ada kamera CCTV. Jika
tertangkap kamera melanggar
peraturan lalu lintas, sanksi yang
dijatuhkan lumayan berat.
“Pada akhir bulan si pelanggar
mendapat tagihan yang jumlahnya
bisa mencapai 500 yuan atas setara
dengan Rp 675.000 (1 Yuan = Rp
1.350). Jika tidak membayar denda,
kendaraan yang melanggar akan
diambil oleh pemerintah. Warga disini
juga tidak kenal istilah suap atau
sogok menyogok petugas, karena dia
bisa dihukum berat. Bahkan, sudah
puluhan pejabat China yang dihukum
mati karena korupsi,’’ jelas Johan,
guide lokal Shanghai yang fasih
berbahasa Indonesia.
Ketertiban berlalu lintas, lanjut
Johan, juga karena pemerintah
setempat melarang hadirnya sepeda
motor. Sebagai sarana transportasi
pengganti sepeda motor, warga lebih
memilih bus, taksi, subway (KA bawah
tanah), sepeda angin atau sepeda
elektrik bertenaga accu yang aman
polusi. Dengan tidak adanya sepeda
motor, praktis lalu lintas di Shanghai
dan Beijing tertib dan bebas polusi.
Pertanyaan timbul kemana larinya
sepeda motor produksi China?
“Umumnya sepeda motor made in
China dikirim ke daerah-daerah luar
kota, atau ke luar negeri,’’ ujar
Johan. Juga soal kebersihan, warga
China sejak dahulu dididik malu
membuang sampah sembarangan.
Sehingga wajar saja, walaupun
termasuk berpenduduk padat, baik di
Shanghai maupun Beijing tak pernah
terlihat tumpukan sampah di pinggir
jalan.
“Budaya di sini sudah tertanam rasa
malu. Siapapun yang membuang
sampah sembarangan akan malu
dilihat orang lain. Termasuk pengemis,
mereka malu untuk meminta kepada
turis dari luar. Mereka akan minta
kepada penduduk lokal. Biasanya
mereka pun datang dari luar kota,”
tutur Johan. (KF-Koran Warga/t)

POSTING BERKAITAN

Template by Kang bagas96