Hm... tempat yang nyaman itu mengajak dia untuk segera memesan kopi. Hanya untuk segelas kopi, sedikit diskusi hati ke hati. Tetapi matanya, kini menyergap salah satu mata yang mengintip tingkahnya.
Hanya sekitar 5 menit, arah jam 11 dan jarak sekitar 100 meter. Dan sekilas, dia membelakangi dia yang menyadari. Entah hanya karena ingin tahu rasa kopi kah dia sekarang? Karena semakin jelas mata itu mencuri setiap senyumannya.
Dia yang kesepian akan sebuah pandangan atas nama jatuh hati, sekarang merasakan bagaimana di pandang oleh satu mata, dengan konsep pandangan pertama yang memang menggoda. Oh, dia tidak pernah merasakan pandangan pertama sebelumnya. Dan ini adalah satu rahasia baru dalam hatinya. Tergoda oleh tatapan misterius seorang barista, si penjaja kopi, di sebuah kedai kopi.
Terlalu mudah untuk membuat sebuah rahasia dan rahasia itu ada, bukan dengan prianya, melainkan dengan dia, si barista di kedai kopi.
Lalu, akankah rahasia itu akan selalu ada?
Hanya selalu di kedai kopi, saat makan siang tiba..
Si barista dan kopi dinginnya.
Dia hanya seorang pria biasa. Bahkan dia hanya seorang pelayan di sebuah kedai tua. Dia, selalu kesepian walau kedai tua itu penuh sesak pengunjung, dan hanya kesepianlah yang dia rasakan. Dia sangat sederhana, dia hanya ingin menemukan seseorang dengan senyuman hangat, menggantikan senyuman yang telah hilang dalam hidupnya.
Hujan di luar kedai itu semakin membuat hatinya kelelahan dengan rasa kesepiannya. Senyuman itu tak jua dia temukan. Sementara saat itu, seorang wanita berjalan menghampirinya.
“Saya order tambah 1 mangkuk cream chicken soup, di table 11 yah? No cheess yah? Sama 1 Hot Cappuccino. Hm…jangan pake lama yah mas..” Sambil tersenyum, wanita itu pun kembali ke tempatnya. Wanita itu tampak manis berbalut kemeja hitam dan celana jeans lusuh, dan menurut dia sangat manis.
Untuk pertama kalinya, dan di saat hujan membuat dia lelah menunggu, saat itu pula dia menemukan senyuman yang dia cari selama ini. Dipojok, diremang lampu pojok, ditemani perlengkapan kerjanya, sebuah notebook dan tiga tumpuk buku lusuh, wanita itu berada. Dia berdebar, rasanya dia ingin segera menghantarkan order cream soup sang wanita.
Ini pandangan pertama, dan ini senyuman yang dia tunggu. Sungguh, akhirnya Tuhan mendengar permintaan dia, sang lelaki sederhana dan permintaan sederhananya. Kakinya melangkah menuju wanita itu.
“Wah… Makasih banyak ya mas..” Tersenyum manis dan terdengar sangat lembut. Dia pun segera berlalu.
“Mas, tolong temani saya, silahkan duduk.” Sang pria kesepian itu terkejut, segera dia membalikkan badannya, dan menuju wanita itu, dan akhirnya dia duduk di hadapan wanita itu.
Wanita: “Ada yang mau saya tanya, pernah kamu jatuh cinta? Kapan?”
Lelaki: “Pernah, 5 tahun yang lalu.”
Wanita: “Sekarang masih?”
Lelaki: menggelengkan kepalanya, “Nggak. Dua hari saja cukup untuk saya jatuh cinta kepada perempuan itu. Dan sekarang ia di surga”
Wanita: “Maaf, saya nggak bermaksud bikin kamu sedih.”
Lelaki: “Nggak apa-apa kok, sudah biasa.”
Wanita: “Sejak itu, jatuh cinta lagi?”
Lelaki: “Belum, tapi baru aku temukan lembah jatuh cinta itu lagi.”
Wanita: “ Wah, selamat yah. Memang kenapa kamu jatuh cinta lagi?”
Lelaki: “ Simpel, Senyuman itu’lah yang aku tunggu.”
Wanita: “ Kamu sangat beruntung..”
Lelaki: “ Maaf, aku tinggal dulu, masih banyak pekerjaan.”
Wanita: sambil tersenyum, “Oh, oke, terima kasih atas waktunya ya Mas..”
Lelaki: tersenyum dan mengacungkan jempolnya. Dan dia pun berlalu.
Dia mengambil secarik kertas, dengan penuh hati dia menulis. Sebuah kalimat sederhana, dari hati seorang lelaki sederhana dan permintaannya yang sederhana.
Setelah itu, diselipkan di bawah gelas mungil hot cappucinno pesanan si wanita itu. Dia hantarkan dan menaruhnya di atas meja dan wanita itu tersenyum kembali. Dia segera berlalu. Di belakang meja sang barista dia berada, 50 meter, mengamati, mencuri pandang dan mencuri senyuman.
Wanita itu melirik ke arah si barista kedai kopi itu. Dia tersenyum. Dan itu senyuman yang dia nantikan. Senyuman yang dia idamkan. Barista pun jatuh cinta, melangkah pasti menuju senyuman itu, memeluk hangat tanpa ragu. Hmm... layaknya sebuah cerita Cinderella dan Barista di kedai kopi.
http://www.anneahira.com/cerita-cinderella-dan-barista.htm